Wednesday, May 20, 2009

Estetika Lalat


Ketika Lalat Menjadi Obyek EstetikaEstetika biasanya mengum bar keindahan yang me nyegarkan. Tapi Kadek Agus Mediana justru me nyajikan estetika jenis lain dengan mengumbar rasa jijik pada pameran bertajuk “Nostalgilla” di Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta, 16 Mei-7 Juni 2009. Materi pameran adalah hasil ekspresi kegilaan dalam proses kreatif.

Dalam pameran bersama kelompok Nostalgia, Kadek, 21 tahun, menggunakan subject matter lalat hijau. Binatang yang akrab dengan benda menjijikkan itu dipilih Kadek untuk mengungkap persoalan pribadinya yang selalu bergelut dengan bau busuk kaki. “Sejak dulu saya selalu bersama dengan bau busuk kaki saya,” kata mahasiswa Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, angkatan 2006 itu.


Lalat hijau sebagai obyek lukisan ditemukan oleh Kadek secara tak sengaja. Pada kolam kering di belakang kamar kosnya, Kadek melihat bangkai bebek yang dirubung ratusan lalat hijau. “Pikiran jelek saya muncul. Jangan-jangan lalat hijau itu juga akan mengincar kaki saya yang selalu menebar aroma busuk ini,” katanya.

Ketakutan itu menghasilkan citraan lalat hijau di atas kanvas. Puluhan lalat hijau dikemas dalam wadah bertutup plastik transparan dalam karyanya yang berjudul Higienis. Pada karya itu, lalat hijau dianggap sebagai representasi kaum urban yang harus mengubah penampilan agar bisa diterima dalam bursa tenaga kerja di perkotaan.

“Penampilan itu sebenarnya hanya sebatas bungkus untuk menu tupi jati dirinya,” kata Kadek.
Sosok lalat hijau kembali muncul pada karya berjudul Di Sisi Manisnya Cherry. Seekor lalat hijau dengan lahap menikmati kue tar berhiaskan buah cherry yang menggiurkan.


Lelaki kelahiran Gianyar, Bali, itu seolah memperingatkan kita tentang adanya sesuatu yang busuk di antara sesuatu yang manis dan lezat.


Sementara itu, perupa I Made Adinata Mahendra, 29 tahun, memilih tabung gas dan batu baterai sebagai obyek utama lukisannya.


Mahendra mencoba membedah dua benda pemasok energi itu melalui lukisan bergaya realis. Pada lukisan berjudul Bio Energi yang terdiri atas empat panel, Mahendra membuat beberapa irisan pada batu baterai. Bagian dalam batu baterai itu bukanlah arang, melainkan daging ikan yang segar dan menggiurkan.


Demikian juga tabung gas hijau ukuran 3 kilogram yang sangat dekat dengan rakyat kecil pascakebijakan konversi minyak tanah.


Pada lukisan berjudul Diagnosa Energi Hijau, bukan gas yang ada dalam tabung berwarna hijau itu, melainkan gumpalan daging ikan segar yang menggoda selera. Dengan idiom batu baterai merek ABC dan tabung gas ukuran 3 ki logram itu, tampaknya Mahendra berusaha mendiagnosis kebijakan pemerintah dalam mengelola energi untuk kebutuhan rakyat. “Bagaimana mungkin kita bicara soal konversi minyak tanah ke gas, kalau banyak anak-anak kekurangan gizi,” ujar lulusan ISI Yogyakarta tahun 2007 itu.

Karya dua perupa tersebut mewakili kegilaan proses kreatif para perupa yang tergabung dalam kelompok Nostalgia. “Kegilaan ini tampaknya disengaja untuk menepis kesan sinis rekan-rekan di luar komunitas Nostalgia,” tulis Rusnoto Susanto, kurator pameran, dalam katalog pameran. qHERU CN



Ping your blog, website, or RSS feed for Free
My Ping in TotalPing.com
Feedage Grade B rated
Preview on Feedage: cheap-canvas-art Add to My Yahoo! Add to Google! Add to AOL! Add to MSN
Subscribe in NewsGator Online Add to Netvibes Subscribe in Pakeflakes Subscribe in Bloglines Add to Alesti RSS Reader
Add to Feedage.com Groups Add to Windows Live iPing-it Add to Feedage RSS Alerts Add To Fwicki