PEACE | FACETOFACE
Pameran Komunitas Air Gunung
Kurator :
Wicaksono Adi
Pembukaan :
Sabtu, 21 Nopember 2009 pukul 19:30
Dibuka Oleh :
Syakieb A. Sungkar
Tempat :
Tujuh Bintang Art Space
Jl. Sukonandi 7 Yogyakarta 55166
Musik :
Rames Band & Primitive Democration
Performance :
Fashion Show “Batik Kembang Keli”
Batik Kertek Wonosobo
Karya Yohanes Wiera
Pameran :
Tanggal 21 Nopember – 5 Desember 2009 - pukul 10:00 – 20:00 WIB
------------------------------------------------------------------------------------------
Pameran Komunitas Air Gunung
Kurator :
Wicaksono Adi
Pembukaan :
Sabtu, 21 Nopember 2009 pukul 19:30
Dibuka Oleh :
Syakieb A. Sungkar
Tempat :
Tujuh Bintang Art Space
Jl. Sukonandi 7 Yogyakarta 55166
Musik :
Rames Band & Primitive Democration
Performance :
Fashion Show “Batik Kembang Keli”
Batik Kertek Wonosobo
Karya Yohanes Wiera
Pameran :
Tanggal 21 Nopember – 5 Desember 2009 - pukul 10:00 – 20:00 WIB
------------------------------------------------------------------------------------------
Yang patut dihargai dari para pelukis Wonosobo ini adalah pilihannya untuk menggunakan teknik representasional melalui cara kerja melukis realistik. Kita ingat bahwa dalam seni rupa atau seni visual secara umum lazim dikenal pembedaan antara jenis seni rupa representasional dengan seni rupa non-representasional. Seni rupa representasional lahir dari kemungkinan visual yang berkaitan dengan dunia yang nampak dan berada di luar diri si seniman, penampilan dari dunia eksterior sehingga pembacaan atasnya tak dapat dilepaskan dari bagaimana proses terbentuknya kenyataan yang ditampilkan tersebut. Yaitu suatu karya artistik di mana proses pemaknaannya masih dapat dikaitkan secara langsung maupun tidak langsung dengan sesuatu yang kurang lebih “objektif” - sekalipun kenyataan “objektif” tersebut telah mengalami deformasi - tapi ia masih dapat diidentifikasi dengan dunia eksterior. Gampangnya, seni rupa representasional adalah suatu seni yang memiliki “objek”, seperti gambar dari hasil bidikan kamera yang memotret sasaran sasaran tertentu di luar dirinya. Ia dapat membidik dan merefleksikan apa saja kecuali dirinya sendiri.
Berbeda dengan seni rupa representasional, seni non-representasional dapat ditandai minimal oleh dua hal. Pertama, ketiadaan objek. Akibat dari ketiadaan objek ini maka kamera tidak mungkin diarahkan ke dunia eksterior, melainkan cenderung ditujukan kepada dirinya, pada wilayah interior. Kedua, karena kamera mengarah ke wilayah interior maka hal itu akan menghilangkan syarat munculnya persepsi, sehingga persepsi akan bermain dalam wilayah fenomenologis “tertentu”. Dikatakan “tertentu” karena setiap persepsi mengandaikan adanya objek, sementara jika objek itu tidak ada, maka ia akan menjadikan dirinya menjadi sasaran persepsi. Di situ kita mengenal karya-karya seni rupa abstrak dan abstrak-ekspresionistik.
Karya-karya seniman Wonosobo ini jelas mengambil jalur representasional. Dan menghadapi karya-karya lukisan semacam itu penonton diajak untuk menyelami makna berdasarkan elemen-elemen yang muncul di kanvas lalu dihimbau untuk mencari acuan-acuan referensial yang umum. Orang mengenal Bill Gates sebagai kampiun dunia komputer, Gandhi, Dalai Lama dan Aung San Suu Kyi sebagai pejuang kemanusiaan. Kita diajak untuk memberi makna baru dari acuan tersebut melalui elemen-elemen tambahan yang dilekatkan di sana. Ada elemen hijau daun rerumputan pada wajah Bill Gates dan Suu Kyi, ada batu-batu yang menyusun wajah Gandhi, gambar cicak (yang menggambarkan kekonyolan sirkus hukum yang dipertontonkan sebagian elite di Indonesia yang akhir-akhir ini poluler dengan ungkapan ”buaya melawan cicak”) pada lukisan Mr. Bean, dan seterusnya. Selain lukisan berobjek individu-individu besar, kita juga menemukan lukisan yang menggambarkan dunia jungkir balik kota besar yang agak menakutkan (Metropolis, karya Agus Handoko).
More info :
www tujuhbintang.com
Berbeda dengan seni rupa representasional, seni non-representasional dapat ditandai minimal oleh dua hal. Pertama, ketiadaan objek. Akibat dari ketiadaan objek ini maka kamera tidak mungkin diarahkan ke dunia eksterior, melainkan cenderung ditujukan kepada dirinya, pada wilayah interior. Kedua, karena kamera mengarah ke wilayah interior maka hal itu akan menghilangkan syarat munculnya persepsi, sehingga persepsi akan bermain dalam wilayah fenomenologis “tertentu”. Dikatakan “tertentu” karena setiap persepsi mengandaikan adanya objek, sementara jika objek itu tidak ada, maka ia akan menjadikan dirinya menjadi sasaran persepsi. Di situ kita mengenal karya-karya seni rupa abstrak dan abstrak-ekspresionistik.
Karya-karya seniman Wonosobo ini jelas mengambil jalur representasional. Dan menghadapi karya-karya lukisan semacam itu penonton diajak untuk menyelami makna berdasarkan elemen-elemen yang muncul di kanvas lalu dihimbau untuk mencari acuan-acuan referensial yang umum. Orang mengenal Bill Gates sebagai kampiun dunia komputer, Gandhi, Dalai Lama dan Aung San Suu Kyi sebagai pejuang kemanusiaan. Kita diajak untuk memberi makna baru dari acuan tersebut melalui elemen-elemen tambahan yang dilekatkan di sana. Ada elemen hijau daun rerumputan pada wajah Bill Gates dan Suu Kyi, ada batu-batu yang menyusun wajah Gandhi, gambar cicak (yang menggambarkan kekonyolan sirkus hukum yang dipertontonkan sebagian elite di Indonesia yang akhir-akhir ini poluler dengan ungkapan ”buaya melawan cicak”) pada lukisan Mr. Bean, dan seterusnya. Selain lukisan berobjek individu-individu besar, kita juga menemukan lukisan yang menggambarkan dunia jungkir balik kota besar yang agak menakutkan (Metropolis, karya Agus Handoko).
More info :
www tujuhbintang.com