Israel-Palestina, ”Rukun Agawe Santosa”
OlehYuyuk Sugarman
Yogyakarta – Peperangan jelas menyisakan kepedihan, kesengsaraan, dan dendam. Lihat saja apa yang dilakukan Israel di jalur Gaza. Peluru-peluru tajam yang dimuntahkan dari moncong senjata tentara Israel menyebabkan banyak warga Palestina meregang nyawa, kehilangan sanak-saudaramaupun handai taulan. Dalam penyerangan yang membabi buta itu, setidaknya lebih dari 1.300 warga Palestina tewas, termasuk 410 anak-anak dan sekitar seratus perempuan. Sementara yang luka mencapai 5.300 orang (1.855 di antaranya anak-anak dan 795 perempuan).
Berangkat dari peristiwa ini, Wahyu Geiyonk, salah satu perupa Yogyakarta, mencoba mengungkapkan kepedihan dan keprihatinannya lewat lukisannya yang berjudul “Peace Monger”. Di atas kanvas 150x195 cm, Wahyu menggambarkan sosok bayi yang hanya memakai popok.Di punggungnya terdapat sayap, melambaikan tangan, dan mulutnya terbuka seolah mengatakan salam perpisahan kepada orang tuanya atau siapa pun yang mencintainya.Lukisan ini menjadi semakin dramatis ketika Wahyu menorehkan warna merah yang mengesankan darah mengalir di bumi Jalur Gaza yang suci (dimanifestasikan dengan latar belakang warna putih).
Tak hanya itu, mata bayi itu juga ditutup dengan sehelai kain yang berlambang Coexist. Simbol Coexist–yang lantang diteriakkan oleh Bono, vokalis U2 yang baru saja manggung dalam pelantikan Presiden Obama—terdiri dari tiga lambang umum yang mewakili masing-masing agama tersebut. Huruf C yang diganti dengan simbol bulan sabit untuk mewakili Islam, huruf X yang mewakili Yahudi, dan T pada akhir kata ini diganti dengan simbol salib mewakili Kristen.
Sebagaimana diketahui, Coexist ini selalu diteriakkan lantang oleh Bono yang menyerukan isu seputar agama dengan menginginkan agar semua umat di dunia hidup berdampingan dan menciptakan kebersamaan.“Tapi, ternyata Yahudi tak bisa hidup berdampingan dengan agama lain. Untuk itulah saya melukis ini sebagai wujud keprihatinan saya atas agresi Israel,” tutur Wahyu.
Menekan Ego Lukisan Wahyu, lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, kini tengah dipamerkan di Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta. Pada pameran tersebut, diikuti oleh sejumlah pelukis ternama, seperti Djoko Pekik, Nasirum, Samuel Indratma, Ong Hari Wahyu, dan lain sebagainya.
Pameran yang bertajuk “Senang-senang” ini berlangsung dari 17 Januari-8 Februari mendatang.Karya yang cukup menarik perhatian publik juga ditampilkan Ong Hari Wahyu (50), jebolan ISI Yogyakarta. Pada karyanya berupa digital print ukuran 95x135 cm tersebut dan berjudul “Rukun Agawe Santosa”, Ong menampilkan sosok personel grup band legendaris Rolling Stones. Namun di depan para personel Rolling Stones yang dimotori Mick Jagger ini, tampil sepasang suami-isteri yangsudah tua renta, Mbah Soma, yang ternyata tetangga Ong di Kampung Nitiprayan.
Di sini Ong melihat kenyataan, kalau orang mau menekan egonya masing-masing dan maumenghargai eksistensi masing-masing pribadi serta ada kemauan untuk menjalanihidup bersama, maka akan langgeng. Buktinya, kata Ong, personel Rolling Stones itu kalau mau jalan sendiri-sendiri juga bisa. Tapi nyatanya, mereka mau menekan ego masing-masing hanya untuk menegakkan prinsip kebersamaan dan menegakkan panji Rolling Stones.
Demikian pula dengan Mbah Soma yang telah mengarungi hidup menjadi suami-isteri lebih dari 70 tahun dan kini telah beranak cucu. “Nah, ternyata kalau rukun, bisa hidup sentosa. Semuanya senang, seperti tema pameran ini,” ujar Ong. Jika ditarik benang merah, pada pameran ini, baik Wahyu mapun Ong, secara tak sengaja menemukan persamaan dalam menyerukan hidup secara damai dengan cara sendiri-sendiri. Sebuah seruan yang mulia, namun banyak orang yang susah menjalankan. Akankah Israel dan Palestina hidup berdampingan secara damai sebagaimana diserukan oleh Bono dan meniru kehidupan Mbah Soma warga Nitiprayan, Yogyakarta? Entahlah.
(Rwn)