Sunday, December 28, 2008

Memotret Misteri Dunia Anak

Kompas Cetak
Oleh Mohamad Final Daeng

Dunia anak adalah dunia penuh kesenangan. Begitulah pengertian yang selama ini berlaku. Tentu saja yang menuturkan adalah mereka yang pernah menjadi anak-anak. Seorang anak dengan keluguan dan keceriaannya mengisi dunia. Yang ada di hadapannya hanyalah bermain dan bersenang-senang, lepas, dan bebas tanpa beban.

Namun, di balik kesenangan itu, ada pula sisi kelam anak-anak yang mesti ditangkap dan dicermati orangtua. Sisi kelam yang bukan tidak mungkin akan mendominasi sikap sang anak ketika beranjak dewasa nanti. Hal inilah yang diungkap dalam pameran lukisan kontemporer berjudul Off/On karya Wahyu Geiyonk dan Jemi Bilyanto yang digelar di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta.

Pameran yang menampilkan 20 lukisan itu berlangsung sejak 18 Desember hingga 31 Desember dengan kurator M Dwi Marianto. Wahyu Geiyonk atau yang bernama asli Wahyu Muhartono menampilkan total 17 lukisan dalam pameran ini. Semua lukisannya menggambarkan bayi yang sedang terlelap dengan kupu-kupu.

Inspirasi saya peroleh ketika menyaksikan anak saya tertidur, katanya. Dari situ, ia melihat betapa tenang dan damainya seorang bayi kala terlelap. Ketenangan yang sangat indah dan penuh makna, ujarnya.

Adapun kupu-kupu ia gunakan sebagai simbol perjalanan bayi yang sama dengan metamorfosis kupu-kupu. Ketika kupu-kupu keluar dari kepompongnya, ia mewarnai dunia dengan keelokan tubuhnya, begitu juga dengan kelahiran bayi yang mewarnai kebahagiaan suatu keluarga, tuturnya.

Filosofi kupu-kupu juga dipakai untuk mengingatkan kepada orangtua agar merawat dan membimbing anak dengan baik agar kepompong itu bisa berubah menjadi kupu-kupu dan mewarnai kehidupan dunia.

Salah satu karya yang secara kuat mewakili analogi bayi dan kupu-kupu itu terdapat dalam lukisannya yang berjudul "My Angel". Di lukisan itu, Wahyu menggambarkan bayi yang tertidur pulas dalam posisi duduk dengan sayap kupu-kupu menempel di punggungnya.
Lukisan Jemi lebih banyak menggambarkan dunia anak-anak dengan segala dinamika dan ekspresinya. Jemi menggabungkan teknik melukis dan grafis dalam 13 karya yang dipamerkannya itu.

Menggunakan warna-warna cerah stabilo, Jemi mencoba memotret dunia anak zaman sekarang yang penuh problem akibat kurangnya afeksi orangtua. Seperti yang terungkap dalam salah satu karyanya yang berjudul "Diam untuk Emas". Dalam lukisan ini, Jemi menggambarkan seorang anak yang meletakkan telunjuk di bibirnya pertanda diam. Anak-anak sekarang lebih sering dibungkam oleh orangtuanya ketika ingin bebas berpendapat sehingga mereka terkekang, katanya.

Padahal, Jemi melihat kebebasan berpendapat pada anak justru harus ditumbuhkan karena menyehatkan perkembangan mental dan intelektualitas mereka. Ada pula karya berjudul "Permata Hati" yang melukiskan senyuman tulus seorang anak ketika dihadiahi mahkota bunga kebun sederhana oleh orangtuanya.

Lukisan ini memberi pesan bahwa anak-anak tidak melulu harus dihadiahi mainan yang mahal-mahal untuk membuatnya bahagia. Menurut Jemi, selama ini orangtua cenderung salah kaprah menyamakan kebahagiaan dengan materi dalam membesarkan anak-anak mereka, dan melupakan sentuhan-sentuhan personal. Padahal, kebahagiaan sejati seorang anak adalah ketika orangtua memberinya perhatian tulus, katanya.

(Rwn)

Monday, December 22, 2008

Contemporary Art Exhibition " Off / On "

Dua perupa muda Yogyakarta, Wahyu “Geiyonk” Muhartono dan Jemi Bilyanto memamerkan sejumlah karya yang kaya warna di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta dengan tajuk “OFF/ON”. Galeri yang baru berusia 4 bulan ini tertarik karena kedua seniman secara kebetulan mengusung tema anak-anak.

Di dalam siaran persnya, Saptoadi Nugroho, pengelola Tujuh Bintang Art Space mengungkapkan karya-karya mereka dapat mewakili ekspresi anak-anak, baik itu perasaan senang, sedih, terkejut, diam, tenang, pulas dan ekspresi lainnya.

M. Dwi Marianto, kurator pameran “OFF/ON” menilai bahwa kedua seniman telah menemukan subjek-subjek yang menurut mereka masing-masing punya permasalahan untuk disampaikan. Anak-anak di kota besar macam Jakarta menurut Jemi perlu disikapi secara komprehensif dengan keterbukaan dan empathy, sebab mereka telah menerima asupan-asupan yang proporsinya tak seimbang. Sementara Geiyong mengatakan bahwa potensi-potensi di otak dan kalbu anak sangat tergantung pada apa-apa yang telah diberikan oleh orang-tua dan lingkungannya.

“Dari sampel karya kedua perupa ini ternyata ada hal penting yang tidak bisa diabaikan yaitu proporsi – perbandingan jumlah, ukuran, dsb. dari berbagai bagian yang akan dipadukan,” ungkap Dwi.

Pameran berlangsung 18-31 Desember 2008 di Tujuh Bintang Art Space, Jl. Sukonandi No. 7 Yogyakarta. (Rwn)

Berita Seni

Sunday, December 14, 2008

Off / On Art Exhibition


Sebagai wujud rasa cinta kepada dunia seni, Tujuh Bintang Art Space kami dirikan. Selain sebagai wadah pengembangan seni, Tujuh Bintang juga difungsikan sebagai tempat untuk berpameran. Usianya memang masih relatif muda, baru sekitar 4 bulan. Bulan Agustus 2008, adalah awal dari kegiatan Tujuh Bintang, diawali dengan pembukaan (Launching) sekaligus pameran pertama “Indonesian Contemporary All Star 2008”. Disusul pameran kedua “Too Much Painting Will Kill You” di bulan September, dan yang baru saja berakhir bulan Oktober lalu, adalah “Contemporary Heroes” sebagai pameran ketiga.


Bulan Desember ini, sekaligus sebagai penutup tahun 2008, ini kami hadirkan tema pameran lukisan : Off/On dengan menghadirkan 2 perupa yaitu Wahyu Geiyonk dan Jemi Bilyanto. Keduanya kami kenal sudah lama melalui pameran-pameran yang diselenggarakan di Jakarta. Beberapa waktu yang lalu kami bertemu dengan mereka, dan dari beberapa karyanya sudah mulai tampak hasilnya, kami lihat semangat berkarya yang cukup tinggi, secara kebetulan mereka sama-sama mengambil tema anak-anak. Wahyu Geiyonk dengan bayi tidur disertai dengan kupu-kupu sedangkan Jemi Bilyanto dengan visual anak-anak.


Bila kita lihat karya-karya yang dihasilkan cukup beraneka warna, rasanya hampir semua warna ada pada karya yang ditampilkan dalam pameran ini. Bayi tidur dengan wajah close up yang disuguhkan oleh Wahyu Geiyonk tampak menarik dan artistik, disana kita dapat melihat kepolosan dan ketenangan. Anak-anak dengan wajah setengah realis dan yang setengah lagi berupa garis dari Jemi Bilyanto, cukup berani untuk menampilkan hal beda. Karya-karya yang disuguhkan dapat mewakili ekspresi anak-anak, baik itu perasaan senang, sedih, terkejut, diam, tenang, pulas dan ekspresi lainnya.


Semoga karya mereka dapat menjadi bagian penting dari perkembangan karir mereka, dan dapat mengisi perkembangan senirupa kontemporer di negeri tercinta Indonesia.

Salam Budaya,
Saptoadi Nugroho
Tujuh Bintang Art Space, Desember 2008

Monday, December 1, 2008

Dari Superman Melayu hingga Pemberantas Korupsi

AntiKorupsi.org
Interpretasi visual kepahlawanan yang lebih terbuka.

Pelukis Yuswantoro Adi, 42 tahun, biasanya memindahkan citra anak-anak dengan teknik realis ke kanvas. Tapi kini ia meminjam tubuh Superman dengan tubuh berotot dililit baju ketat biru berkilat dengan cawat dan jubah merah berkibar. Di dadanya tercetak simbol Superman yang sudah sangat dikenal dengan huruf S berbingkai bentuk geometris pentagon. Tapi huruf S itu dikesankan mata uang dolar Amerika Serikat dengan dua garis di bagian tengah.

Pada karyanya yang bertajuk Superhero 2 ini, ia meminjam wajah pelukis Nyoman Masriadi, seorang pelukis yang karyanya di balai lelang melejit dengan angka yang menakjubkan. Yuswantoro menambahkan teks di dekat citra kepala Masriadi: "Jangan tanya saya, tanya kolektor".

Dari teks itu terlihat arah narasi Yuswantoro, yakni pasar seni rupa. "Bau" lembaran dolar makin kuat dengan garis hitam tipis berbentuk tas yang digenggam tangan superhero yang kukuh. Tas itu sarat uang. "Pahlawan (seni rupa) kontemporer bukan menyangkut wacana, melainkan pasar. Apa boleh buat, leader-nya Masriadi," ujar Yuswantoro.

Kurator Wahyudin-lah yang menyeret Yuswantoro bersama 23 pelukis lainnya dalam pameran bertajuk "Contemporary Heroes" di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta, pada 15 November hingga 7 Desember ini. "Karya mereka memperlihatkan tafsir yang beragam atas sosok pahlawan atau tema kepahlawanan dalam pameran ini," ujar Wahyudin.

Yuswantoro, misalnya, memparodikan sosok Masriadi sebagai superhero yang sukses meraup rupiah dari karya lukisnya. Ia meminjam nyaris semua teknik, pewarnaan, bahkan judul karya lukis Masriadi untuk menampilkan sosok superhero baru dalam seni rupa kontemporer Indonesia. Agar tubuh superhero itu tampak makin kekar, Yuswantoro menyamakan ukuran badan dengan ukuran kakinya. Tapi yang terjadi justru sang superhero kelihatan bertubuh cebol bak superhero Melayu.

Bagi Wahyudin, karya Yuswantoro merupakan tafsir subversif terhadap kepahlawanan, yakni sosok hero dan anti-hero. Tafsir sejenis muncul pada karya pelukis Hari Budiono berupa potret wajah Artalyta Suryani, pengusaha yang dituduh menyuap jaksa Urip Tri Gunawan.
Hari memberi konteks citra realis Artalyta yang sangat dikenal publik lewat fotonya di ruang pengadilan dengan citra bercorak komik berupa sosok lelaki dengan mulut belepotan warna merah dan perempuan berbikini dengan leher bernoda merah. Karya ini bertajuk Sidang Para Pengisap Darah. "Artalyta oleh sementara orang justru dianggap pahlawan," kata Wahyudin.
Sedangkan karya Yudi Sulistya memberi perspektif perbandingan pahlawan dengan menampilkan idiom lokal dengan idiom global. Yudi meminjam idiom budaya pop Superman yang disandingkan dengan potret diri Jenderal Sudirman. Pelukis lain meminjam simbol budaya pop dalam fiksi superhero lainnya, semisal Batman, RoboCop, atau sosok laki-laki yang sedang terbang dengan sayap di punggung.

Ada yang lebih kontekstual, semisal karya Totok Buchori, yang memakai citra seniman pantomim Jemek Supardi dengan mimik wajah tersenyum yang sedang berusaha menangkap tikus kecil. Tapi di belakangnya ada tikus besar yang mengawasi. Karya ini mengingatkan orang pada penilaian kritis terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
RAIHUL FADJRI

(Rwn)
Ping your blog, website, or RSS feed for Free
My Ping in TotalPing.com
Feedage Grade B rated
Preview on Feedage: cheap-canvas-art Add to My Yahoo! Add to Google! Add to AOL! Add to MSN
Subscribe in NewsGator Online Add to Netvibes Subscribe in Pakeflakes Subscribe in Bloglines Add to Alesti RSS Reader
Add to Feedage.com Groups Add to Windows Live iPing-it Add to Feedage RSS Alerts Add To Fwicki