Friday, July 11, 2008

Seni Lukis dan Investasi

(TujuhBintang ArtSpace) Perilaku "boros" para kolektor lukisan kadang membuat sebagian orang heran, namun jelas ada alasannya. Sebagian dari mereka adalah kaum tajir yang memang tergila-gila pada seni lukis. Kalau sudah jatuh hati kepada satu lukisan, mereka akan memburunya, tak peduli berapa pun harganya. Tapi, belakangan semakin banyak pula kolektor yang memburu lukisan bukan semata demi nilai seni. Mereka memburu lukisan untuk mengembangkan uangnya. Ya, mereka menggunakan lukisan sebagai alternatif investasi. Maklum, dalam kurun waktu tertentu harga sebuah lukisan yang bagus bisa melambung tinggi.

Di Indonesia jumlah penggila lukisan ini cukup banyak. Salah satu yang terkenal adalah Ciputra, pemilik grup properti Ciputra. Sejak 40 tahun silam, Pak Ci-sapaan akrab Ciputra-telah mengoleksi berbagai lukisan karya Hendra Gunawan, Affandi, Sudjojono, dan Basuki Abdullah. "Saya paling suka Hendra Gunawan, saya mempunyai lebih dari 100 lukisannya," ujar Deborah C Iskandar, Vice President Kantor Perwakilan Christie Indonesia.

Tujuan utama Ciputra mengoleksi lukisan memang bukan untuk berinvestasi. "Saya memang cinta lukisan," imbuh insinyur Arsitektur ITB ini. Meskipun begitu, dia tak menampik, lukisan-lukisan tersebut mendatangkan untung besar. Ambil contoh, 20 tahun lalu, ia pernah membeli satu lukisan Hendra seharga Rp 10 juta. Kini lukisan itu harganya sudah melambung 100 kali lipat (10.000%) menjadi sekitar Rp 1 miliar. Atau, tiap tahun rata-rata naik 500%. Wow...!

Selain Pak Ci, ada kolektor-kolektor terkenal lainnya. Sebut saja Dr. Oei Hong Jin asal Yogyakarta dan perancang kondang Adjie Notonegoro. Dari kalangan eksekutif ada pula nama A.B. Susanto, Managing Partner The Jakarta Consulting Group. Meskipun kebanyakan dari mereka mengaku bukan investor, tapi mereka mengakui mengoleksi lukisan sangat menguntungkan. "Potensi untungnya mulai dari nol persen sampai ratusan persen," cetus Susanto.

Tertarik? Boleh-boleh saja. Tapi, tak semua orang cocok, lo, berinvestasi di lukisan. "Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dulu," terang Susanto lagi.

Pertama, Anda harus benar-benar sudah mapan secara keuangan. Duit untuk membeli lukisan harus benar-benar duit menganggur yang tak diperlukan untuk kebutuhan lain. Menurut Deborah, umumnya orang Indonesia baru mengincar lukisan mulai umur 40 tahun, saat ekonominya sudah mapan. Dan, "Lukisan itu sifatnya investasi tambahan saja," timpalnya.

Kedua, Anda harus benar-benar menyukai seni lukis. Dengan begitu, Anda dengan senang hati menyimpan suatu lukisan untuk waktu lama. Kalaupun belakangan harganya merosot, Anda tidak terlalu kecewa karena masih bisa memajangnya di rumah. Jadi, "Lukisan jangan dilihat sebagai investasi murni," pesan Deborah.

Ada dua cara berinvestasi di lukisan, tergantung dari besarnya modal yang Anda miliki. Yaitu:
Modal besar (di atas Rp 100 juta)
Jika modal Anda besar atau bahkan tak terbatas, para pakar menganjurkan Anda mulai dengan membeli lukisan-lukisan para maestro seperti Le Mayeur, Hendra Gunawan, Affandi, Lee Man Fong, Widayat, Sudjojono, dan Jeihan. "Belilah lukisan terbaik yang mampu Anda beli," saran Susanto. Ibarat saham, lukisan-lukisan karya para maestro ini masuk kategori unggulan atau blue chip.

Untuk bisa membelinya, Anda harus menyediakan duit minimal Rp 100 juta. Modalnya memang gede, tapi, "Blue chip tak pernah salah," ujar Deborah. Maksudnya, seperti halnya saham blue chip, potensi kenaikan harga lukisan unggulan ini lebih besar dibandingkan lukisan lain. Bagaimanapun lukisan blue chip sudah memiliki nama, sejarah tersendiri, dan diincar banyak orang. Benar, mungkin saja harga lukisan karya para maestro itu suatu saat turun; tapi tidak akan terlalu dalam. "Jadi, main di lukisan blue chip lebih aman," imbuh Susanto.

Modal kecil (mulai Rp 10 juta)
Jika modal Anda pas-pasan, jangan kecil hati. Anda bisa mulai berinvestasi dengan mengumpulkan lukisan-lukisan karya pelukis muda yang memiliki kualitas bagus. "Harganya masih murah, tapi berpotensi besar untuk naik alias high flyer," ucap Susanto. Yang masuk dalam kategori ini misalnya lukisan Paul Hendro, Hambali, Mis Rukiah, dan Lie Tjoen Tjay.

Pilihan lainnya, menurut Deborah, cobalah membeli lukisan-lukisan kontemporer yang memiliki kualitas tinggi dan memiliki ciri khas. Untuk membelinya, Anda hanya perlu merogoh kantong sekitar Rp 10 juta-Rp 20 juta. "Dengan membelanjakan Rp 20 juta setahun, Anda akan memiliki koleksi yang bagus," ujar Deborah.

Tapi, harap diingat, membeli lukisan seperti ini ibarat membeli saham kelas dua atau saham spekulatif. Beberapa lukisan mungkin harganya kelak akan naik, tapi mungkin pula justru merosot. Karena itu, sebaiknya Anda membuat keranjang portofolio yang berisi lukisan-lukisan karya beberapa pelukis high flyer sekaligus. Dengan begitu, Anda bisa menyebar dan risiko kerugian.

Setelah merasa telah memiliki koleksi lukisan yang cukup-baik kategori blue chip maupun spekulatif-Anda harus mengelola portofolio Anda. Ini tak ubahnya seorang manajer investasi yang harus rajin mengelola portofolio investasinya. "Tujuannya, tentu saja agar nilai lukisan-lukisan Anda semakin tinggi," ujar Susanto. Ada banyak cara yang bisa ditempuh. Misalnya, Anda harus rutin mengikutsertakan lukisan-lukisan Anda dalam berbagai pameran. Kalau perlu, sekali-kali, ikut sertakan dalam lelang-lelang yang berkelas. Dengan begitu reputasi Anda sebagai kolektor juga akan terangkat.

Selain itu, Anda harus ingat, investasi di lukisan bersifat jangka panjang. Anda tak bisa membeli lukisan hari ini, lalu menjualnya keesokan harinya. Menurut Susanto, jangka waktu investasinya minimal lima tahun. Sementara itu, Deborah menganjurkan paling tidak kolektor menyimpan lukisannya selama 10-15 tahun. "Dalam kurun waktu itu, harga lukisan bisa naik dan juga bisa turun," ujarnya.

Tentu saja, saat yang terbaik untuk melepas lukisan Anda adalah saat harganya benar-benar tinggi. Untuk bisa mengetahui kapan saat itu tiba, Anda harus rajin memelototi "pasar" lukisan tersebut. Rajin-rajin pulalah membaca berita seperti di blog TujuhBintang, mengunjungi pameran, galeri, berbagai balai lelang atau ikut di gallery TujuhBintang.

Jika Anda menerapkan jurus ini, Insya Allah, selain mendatangkan kepuasan, koleksi lukisan-lukisan Anda juga akan menghasilkan fulus. Seperti sudah disinggung, potensi keuntungannya tak terbatas. Contoh konkret, harga lukisan Kelinci karya Lee Man Fong, yang dibeli Susanto seharga Rp 50 juta sekitar lima tahun lalu, kini harganya sudah melonjak menjadi sekitar Rp 300 juta.

Christie's memiliki hasil riset yang sangat menarik. Berdasarkan pengamatan balai lelang ini, selama 30-40 tahun terakhir, investasi di lukisan bisa memberikan keuntungan setara dengan keuntungan saham-saham yang ada dalam indeks Standard Poors (S P). "Bisa sekitar 10%-12% setahun," ujar Deborah. Ini keuntungan dalam dolar, lho.

Ping your blog, website, or RSS feed for Free
My Ping in TotalPing.com
Feedage Grade B rated
Preview on Feedage: cheap-canvas-art Add to My Yahoo! Add to Google! Add to AOL! Add to MSN
Subscribe in NewsGator Online Add to Netvibes Subscribe in Pakeflakes Subscribe in Bloglines Add to Alesti RSS Reader
Add to Feedage.com Groups Add to Windows Live iPing-it Add to Feedage RSS Alerts Add To Fwicki