
Sesosok perempuan, duduk dengan gestur seronok, jari-jari tangan kanan menjepit sebatang rokok, tangan kiri menopang dagu, tetapi bentuk seluruh kepala itu sudah menjadi pesawat telepon.
Apakah Katirin menyembunyikan ‘komentar sosial’ dalam karya itu? Jangan-jangan sejumlah orang yang merasa penting dan mampu, dan akhirnya benar-benar menerima telepon dari Presiden, tak lebih hanya mereka yang sesungguhnya ‘seronok’ kualitasnya?
Dapat dibayangkan, betapa sepanjang waktu, isi kepala seseorang itu hanya tentang telepon.