Kapanlagi.com - Seniman Katirin menampilkan 26 karyanya dalam pameran tunggal bertajuk "Meringkus Waktu" yang menggambarkan rangkaian pergulatan hidup manusia sepanjang waktu.
"Ke-26 karya yang saya pamerkan hingga 2 Mei 2010 itu terdiri atas 20 lukisan dan enam karya tiga dimensi," kata Katirin di sela pameran `Meringkus Waktu` di Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan dirinya mencoba untuk menuangkan pergulatan hidup manusia ke dalam lukisan dengan tetap membiarkan sebagian di antaranya terbungkus dalam misteri kehidupan.
"Dengan latar belakang itu saya mencoba memberikan kekuatan dan tenaga pada objek lewat sapuan, warna, garis, tekstur, serta goresan. Selanjutnya, membiarkan karya-karya tersebut `berbicara` sendiri," katanya.
Hal itu, menurut dia berangkat dari hidup yang tidak pernah terdefinisikan dan selalu lepas dari genggaman pemahaman serta penuh misteri.
Ia mengatakan pemahaman kata terhadap objek adalah perjalanannya dalam "diam", sehingga sepanjang itu dirinya seperti sedang menelusuri mata dan lekukan batin sendiri.
"Semua itu untuk menangkap makna yang hanya bisa digapai dengan mengembangkan segenap rasa simpati, dan melibatkan diri dengan seluruh emosi," katanya.
Menurut dia, realita tidak pernah "telanjang", dan selalu terbingkai oleh narasi yang rumit dan panjang, sehingga perlu diterjemahkan melalui visualisasi dalam bentuk lukisan serta karya tiga dimensi.
"Oleh karena itu, menolak setiap ilusi yang mengaku telah memindahkan seluruh realita ke dalam visualisasi akan membuat realita tidak pernah nyata, dan hanya samar-samar," katanya. (ant/npy)
"Ke-26 karya yang saya pamerkan hingga 2 Mei 2010 itu terdiri atas 20 lukisan dan enam karya tiga dimensi," kata Katirin di sela pameran `Meringkus Waktu` di Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta, Selasa.
Ia mengatakan dirinya mencoba untuk menuangkan pergulatan hidup manusia ke dalam lukisan dengan tetap membiarkan sebagian di antaranya terbungkus dalam misteri kehidupan.
"Dengan latar belakang itu saya mencoba memberikan kekuatan dan tenaga pada objek lewat sapuan, warna, garis, tekstur, serta goresan. Selanjutnya, membiarkan karya-karya tersebut `berbicara` sendiri," katanya.
Hal itu, menurut dia berangkat dari hidup yang tidak pernah terdefinisikan dan selalu lepas dari genggaman pemahaman serta penuh misteri.
Ia mengatakan pemahaman kata terhadap objek adalah perjalanannya dalam "diam", sehingga sepanjang itu dirinya seperti sedang menelusuri mata dan lekukan batin sendiri.
"Semua itu untuk menangkap makna yang hanya bisa digapai dengan mengembangkan segenap rasa simpati, dan melibatkan diri dengan seluruh emosi," katanya.
Menurut dia, realita tidak pernah "telanjang", dan selalu terbingkai oleh narasi yang rumit dan panjang, sehingga perlu diterjemahkan melalui visualisasi dalam bentuk lukisan serta karya tiga dimensi.
"Oleh karena itu, menolak setiap ilusi yang mengaku telah memindahkan seluruh realita ke dalam visualisasi akan membuat realita tidak pernah nyata, dan hanya samar-samar," katanya. (ant/npy)